Minggu, 26 Desember 2010

Dendam, Mimpi dan Cinta

Dendam, mimpi dan cinta, ketiganya memiliki kekuatan yang sama untuk mendorong seseorang mencapai tujuan. Entah dari mana kekuatan tersebut berasal, namun meski tak selalu tujuan tercapai banyak yang rela melakukan berbagai hal atas nama ketiga kekuatan itu.

MAAF
Urusan maaf-memaafkan ini memang tidak mudah. Memaafkan karenanya selalu jadi medan penuh ketegangan antara “kebutuhan melupakan”, “naluri mengenangkan” dan “hasrat membayangkan masa depan”. Di sini bila saya boleh mengatakan memaafkan bukanlah tindak yang diam. Jembatan-jembatan terhubung dengan masa lalu, masa depan pun detik ini ketika memaafkan hendak dilakukan. Bukanlah hal yang rumit sebenarnya, meski tak juga terlampau mudah.

Pernah pula seorang teman lain berkata, “Aku memaafkanmu namun tak akan kulupakan.” Apakah boleh seperti itu? Ya, tentu saja boleh. Apa hak saya melarang-larang? Mungkin ketika maaf sudah diberikan namun ingatan tak juga lekang adalah saat sebuah kesalahan begitu besar dilakukan. Dan goresan luka, tertoreh begitu dalam. Tak hendak hilang tak mau pergi.

Kembali ke dendam, banyak cerita silat yang saya baca, film yang saya tonton bermula dari urusan dendam. Satu hal yang bisa saya garis bawahi, dendam tak pernah berhenti. Satu generasi akan diturunkan kepada generasi berikutnya, demikian seterusnya. Capai? Ya barangkali hanya keletihan yang menjadi muaranya. Namun tanyalah kepada mereka yang mendendam, apakah lelah, apakah letih akan menjadi penghalang?

Ada sebuah cerita tentang seorang anak yang diminta oleh ayahnya memaku pagar di depan rumahnya. Paku-paku itu menancap begitu kuat di pagar. Setelah habis seluruh paku dalam genggaman, ayahnya meminta agar satu per satu paku itu dicabut kembali. Paku itu memang telah hilang dari pagar, namun bekas-bekas tusukannya masih ada di sana, terpampang jelas di tubuh pagar. Sang ayah kemudian menjelaskan, bahwa ketika sebuah luka tercipta di hati seseorang, tak mungkin bisa dihilangkan. Meski sejuta maaf, beribu sesal sudah diucapkan….


Mencintai karena Allah, membencipun karena Allah pula

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Dzar berkata : Rasulullah saw bersabda,”Sebaik-baik amal adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.”

Al Alamah Abadiy mengatakan bahwa makna “Sebaik-baik amal adalah cinta karena Allah” adalah karena-Nya bukan karena tujuan lain seperti ketertarikan dan berbuat baik. Diantara keharusan dalam mencintai karena Allah adalah mencintai para wali dan orang-orang pilihan-Nya. Dan diantara syarat kecintaan mereka adalah mengikuti jejak-jejak dan menaati mereka.

Sedangkan makna “benci karena Allah” adalah karena perkara yang pantas untuk dibenci seperti kefasikan, kezhaliman, pelaku kemaksiatan. Ibnu Ruslan mengatakan didalam “Syarh as Sunan” bahwa didalamnya terdapat dalil bahwa diwajibkan bagi seseorang memiliki musuh yang dibencinya karena Allah sebagaimana diwajibkan baginya memiliki teman-teman yang dicintai karena Allah.

Lebih jelasnya bahwa jika engkau mecintai seseorang hendaklah karena orang itu menaati Allah dan menjadi kekasih Allah. Ketika orang itu bermaksiat terhadap-Nya maka anda harus membencinya karena ia telah bermaksiat terhadap Allah dan menjadi orang yang dibenci Allah. Barangsiapa yang mencintai karena satu sebab maka sudah seharusnya dia membenci hal-hal yang bertentangan dengan sebab itu. kedua sifat ini sudah menjadi kelaziman yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya dan dia mejadi tuntutan didalam mencintai dan membenci didalam kebiasaannya. (Aunul Ma’bud juz XII hal 248)

Tidak disangsikan bahwa kecintaan seseorang kepada orang lain karena Allah swt adalah buah dari kecintaan dirinya kepada Allah swt. Karena seseorang yang mencintai Allah swt diharuskan pula untuk mencintai orang-orang yang mencintai Allah dan mereka dicintai oleh-Nya.

Ketika seseorang mencintai saudaranya karena Allah maka ia akan tetap mencintainya selama Allah mencintai orang itu dikarenakaan amal-amal shalehnya sebaliknya ketika Allah membencinya dikarenakan maksiat-maksiatnya maka dia pun akan membenci orang itu. Kecintaannya bukanlah karena hal-hal duniawi, seperti : harta, jabatan, kedudukan, nasab atau sejenisnya.

Berbahagialah seseorang yang mampu melakukan hal ini karena ia menjadi bukti benarnya keimanan dan keislamannya. Imam Malik mengatakan bahwa kecintaan karena Allah swt adalah diantara kewajiban keislaman seseorang.

Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Anas dari Nabi saw, dia berkata, "Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk neraka."

Para ulama mengatakan bahwa makna dari “manisnya iman” adalah merasakan kelezatan didalam ketaatan dan mengemban beban-beban didalam mendapatkan ridho Allah dan Rasul-Nya saw dan lebih mendahulukan keredhoan tersebut daripada perhiasan-perhiasan dunia.

Sabtu, 25 Desember 2010

Hakikat Makrifat Yesus

Dalam Injil dikisahkan tentang proses perjalanan Nabi Isa Al Masih dalam mencapai Pencerahan Rohani, yaitu ketika ia di baptis oleh Yohanes dengan cara ditengelamkan ke dalam sungai Yordan. Kisah ini diabadikan dalam Injil.

“Pada waktu itu datanglah Yesus dari Nazaret di tanah Galilea, dan dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes. Pada saat itu ia ditenggelamkan dalam air, ia melihat Langit terdekat terkoyak dan Roh Kudus seperti burung merpati putih turun di atas kepalanya. (Injil, Markus 1 : 9 – 10)

Di dalam Injil juga dijelaskan secara simbolis metode Pencerahan Rohani yang dipraktekan oleh Nabi Isa dan para pengikutnya :

“Apabila kamu hendak bersembahyang, masuklah ke kamar dalammu dan pintu-pintumu hendaknya dikunci, bersembahlah kepada Tuhanmu yang terlihat dan tersembunyi itu, kepadamu akan meluluskan (mensyahkan sembayangmu)”. (Injil, Matius 6 : 6)

“Tatkala mereka turun dari atas “Gunung” itu berpesanlah Yesus kepada mereka (para pewarisnya yang baru dibaptis) : Janganlah kamu mengatakan “Penglihatannmu” itu kepada seorang juapun sebelum manusia itu bangkit dari mati”. (Injil Matius 17 : 6)

“Yesus berkata : “Sesungguhnya aku berkata kepadamu, kalau kamu tiada berbalik seperti “bayi”, sekali-kali tiada kamu mampu masuk ke dalam Kerajaan Allah”. (Injil, Matius 18 : 3)

Sampai saat ini, di dalam ajaran Kristiani terdapat metode Pencerahan Rohani yang disebut Pembaptisan (dalam Islam disimbolkan dengan teknik "Shibghatullah" = "Celupan Allah" ) dengan cara diselamkan ke dalam kolam yang berisi air, yang dibimbing oleh seorang Pendeta di dalam sebuah gereja.

Di dalam Al Qur’an juga dikisahkan secara simbolis proses Pencerahan Rohani dari seorang wanita Suci yang bernama Siti Maryam ibu kandung dari Nabi Isa Al Masih :

Dan tersebutlah kisah Maryam di dalam Al Qur’an, yaitu ketika menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebalah Timur”. (QS Maryam 19 : 16)

“Ketika akan melahirkan kandungannya ia merasa sakit dan memaksa ia bersandar pada Pangkal Pohon Korma, ia berkata : “Alangkah baiknya jika aku dapat mati saat ini sehingga aku dapat melupakan dan dilupakan seperti barang yang tidak berarti”.

“Maka Jibril menyerunya dari tempat rendah : “Jangalah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu akan menjadikan Anak Sungai di bawahmu”.

“Dan dekatkanlah pangkal Pohon Korma itu ke arah mukamu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah korma yang masak kepadamu”.

“Maka makanlah dan minumlah dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu bertemu dengan seorang manusia (dan bertanya tentang hal ini), katakanlah : “Sesungguhnya, aku telah berjanji kepada Tuhan Yang Maha Pemurah untuk berpuasa serta tidak akan berbicara pada hari ini dengan seorang manusiapun”. (QS Maryam 19 : 23 – 26).

Demikianlah kisah nabi Isa Al Masih dan Siti Maryam dalam mendapatkan pengalaman Pencerahan Rohani menemui Cahaya Allah yang diabadikan dalam Al Qur’an dan Injil yang difirmankan dalam bentuk kalimat Mutasyabihat. Oleh para Sahabat Nabi Isa Al Masih, ayat-ayat tersebut kemudian di visualisasikan dalam Simbol Yesus Yang Sedang Di Salib, yang hakekatnya merupakan perlambang orang yang menjalani metode Mati Dalam Hidup, dimana dia harus "menyalib" dirinya sendiri.

Yang di salib itu adalah 4 nafsu, yaitu :
  1. Amarah, yang bersumber di dua lubang telinga.
  2. Lawamah, yang bersumber di satu lubang mulut.
  3. Sufiah, yang bersumber di dua lubang mata.
  4. Mutmainah, bersumber di dua lubang hidung.

Berikut ini penggambaran Penyaliban Yesus, yang dikaitkan dengan proses pengendalian Hawa Nafsu untuk mencapai Pencerahan Ruhani oleh Nur Ilahi :

1. Kaki Yesus di salib dimana terlihat bahwa kaki Yesus dipaku sampai tembus ke kayu salib, ini bermakna nafsu Lauwamah, posisi paling rendah, sebuah nafsu yang cenderung ke arah hewaniyah, mengajak manusia untuk berbuat buruk, serakah, tamak, dan loba. Bila ingin menuju Ilahiah, nafsu ini wajib dipaku atau dikendalikan (bukan dibunuh).

2. Tangan kiri yesus di salib, dimana terlihat tangan kiri Yesus yang dipaku diatas kayu salib merupakan perlambang nafsu Amarah, nafsu yang mengajak manusia untuk bersifat iri dan dengki, yang dapat memacu manusia untuk mencari gemerlap dunia dan kekayaan tanpa aturan. Jika nafsu ini berlebihan dan tidak dikendalikan maka manusia akan menjadi serakah. Jadi nafsu ini wajib "dipaku" juga.

3. Tangan kanan Yesus disalib, dimana terlihat tangan kanan Yesus yang dipaku, hal ini merupakan perlambang nafsu Sufiah. Nafsu yang mengajak manusia untuk mencintai dan dicintai, menghormati dan dihormati, berkuasa dan lain-lain. Jika nafsu ini berlebihan dan tidak dikendalikan maka dapat memacu manusia untuk bersifat serakah, dan melupakan Tuhannya. Jadi nafsu ini juga harus dipaku.

4. Kepala Yesus, dimana terlihat bahwa kepala Yesus tidak dipaku, inilah perlambang Nafsu Mutmainah, nafsu yang bersifat tenang dan mengajak manusia untuk ingat kepada Tuhannya dan selalu rindu untuk Liqa' Allah, sehingga dilambangkan Kepala Yesus yang tidak dipaku. Nafsu Mutmainah adalah Nafsu yang dapat memimpin ketiga nafsu lainnya, yaitu Amarah, Lawamah dan Sufiah, agar terarah ke Jalan Menuju Allah.

5. Duri di kepala Yesus, hal ini merupakan perlambang, bahwa Ilmu Makrifat atau Ilmu Ruhaniah, itu tidak hanya mengandalkan akal saja. Kata Akal berasal dari kata serapan bahasa Arab, yaitu kata "Iqal" yang artinya mengikat atau belenggu. Jadi akal adalah ikatan dari tiga daya Cipta, Rasa dan Karsa. Dalam mengenal Allah jangan hanya mengandalkan akal saja, karena ketiganya mempunyai keterbatasan. Akal tidak akan dapat memahami masalah Ilahiah. Keterbatasan akal ini, digambarkan dengan tali duri yang mengikat kepala. Tegasnya, akal harus diikat dengan duri. Dalam memahami masalah Ketuhanan, kita harus menggunakan Kemampuan Rahsa Rohani.

6. "Cahaya" bersinar dikepala Yesus yang juga membias sampai dada Yesus merupakan perlambang Qolbu atau Thur Sin Yang Sudah Tercerahi Oleh Cahaya Ilahi.

"Hai Isa, sesungguhnya Aku akan mewafatkanmu, dan mengangkatmu kepada-Ku..." (QS 3 : 55)

"Dan keselamatan atasnya pada hari dia dilahirkan, pada hari dia diwafatkan dan pada hari di dibangkitkan hidup kembali" (QS 19 : 15)

"Apakah orang-orang yang sudah mati (dalam hidup) kemudian Kami membangkitkannya hidup kembali, dan Kami berikan kepadanya Cahaya, yang dengan Cahaya itu dia dapat berjalan-jalan di tengah manusia, sama dengan orang yang dalam Kegelapan, yang tidak dapat keluar dari Kegelapan tersebut ? Demikianlah orang-orang Tertutup itu memandang baik apa yang mereka kerjakan" (QS Al An'am 6 : 122)

"Tubuh itu seperti Maryam, dan masing-masing diri kita mempunyai Isa di dalam.
Apabila derita (karena cinta) muncul dalam diri kita,
Isa akan lahir"
(Jalaluddin Ar Rumi, dalam Kitab Fihi ma fihi)

"Cahaya Allah itu berada dalam rumah, yang dizinkan oleh Allah untuk di luhurkan, yang di sana diingat Nama-Nya, di sana juga (orang) memahasucikan Dia pada pagi dan petang hari" (QS 24 : 36)

"Cahaya Allah itu berada dalam rumah, yang dizinkan oleh Allah untuk di luhurkan, yang di sana diingat Nama-Nya, di sana juga (orang) memahasucikan Dia pada pagi dan petang hari" (QS 24 : 36)

http://www.facebook.com/#!/notes/kuswanto-abu-irsyad/hakekat-kemarifatan-nabi-isa-al-masih/477166784038

“Wahai orang yang beriman; berimanlah kamu kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam ), kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan kitab yang telah diturunkan sebelumnya. Barangsiapa kafir (tidak beriman) kepada Allah, malaikat-Nya. kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat, maka sesungguhnya orang itu sangat jauh tersesat.” (QS. An Nisaa’ (4): 136

“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kalian semua agama yang satu dan Aku Tuhan kalian, maka sembahlah Aku.” (QS. Al Anbiya (21): 92)

 

Sabtu, 18 Desember 2010

Islam dan Bhakti Yoga

Menurut Encyclopedia Britanica dan Encyclopedia Islamia, orang-orang Arab tidak tahu sejarah negerinya sebelum masa Islam (pre-Islamic era). Mereka menganggap begitu saja bahwa masa sebelum Islam adalah masa kegelapan dan kebodohan. Tetapi sesungguhnya jauh sebelum Muhammad muncul sebagai Nabi dan mengajarkan agama Islam, penduduk Arabia menganut ajaran Veda. Fakta ini diketahui dari satu sisa peninggalan berupa anthologi (kumpulan sajak) Arab berjudul SAYAR-UL-OKUL yang ditemukan di perpustakaan Istambul di Turki. Kolektornya adalah Abu Amir Abdul Asmai, penyair di istana khalifah Harus AL Rasyid di Baghdad.

Kitab SAYAR-UL-OKUL menguraikan tentang kehidupan beragama dan adat-istiadat masyarakat Arab di masa silam. Dikatakan bahwa Ka’bah yang ada di Mekah sekarang, adalah dahulu grand temple (kuil agung) dimana di puja deva yang paling agung yaitu Mahadeva atau Siva. Dikatakan bahwa batu hitam (black stone, lebar 28 cm, tinggi 38 cm dan tinggi 38 cm dan ditaruh pada tumpuan 1,5 m diatas lantai) yang ada dalam Ka’bah sekarang adalah wujud (image) Siva. Dahulu ada 360 patung (arca atau murti) para deva di-stanakan disekeliling Siva (dalam wujud batu hitam). Setiap tahun, perayaan Siva-Ratri yang disebut OKAZ dimeriahkan dengan acara lomba ber-sajak memuji Mahadeva. Pemenang sajak terbaik diberikan hadiah dan sajaknya dituliskan pada dinding Ka’bah. Sajak pujian berikut ditulis oleh Umar Bin Assham yang tewas terbunuh ketika laskar Muslim memasuki Mekah dan menghancurkan Kuil agung beserta segala patung, gambar dan sajak-sajak pujian yang ada di dalamnya. Tetapi sajaknya ini berhasil diselamakan oleh Hassan Bin Sabiq, penyair Muslim dalam masa pemerintahan Nabi Muhammad.


(Orang yang telah menghabiskan masa hidupnya dengan kegiatan berdosa, amoral, nafsu dan kemarahan).

(Jika ia pada akhirnya mau bertobat untuk kembali hidup bermoral, apakah ada cara-cara benebus dosanya?).

(Bahkan seandainya dia sekali saja memuja Mahadeva, dia dapat mencapai kedudukan tertinggi dalam jalan kebenaran).

(O Tuhan, cabut saja nyawaku dan sebagai balasannya berikan hamba karunia tinggal sehari saja di Hind (India), sebab seseoang akan menjadi rohani suci begitu sampai di negeri itu).

(Dengan berziarah ke negeri Hind (India) orang memetik phahala perbuatan-perbuatan bajik dan memperoleh hak istimewa berhubungan baik dengan para guru Hindu nan mulia).

Para pandita Kuil Agung (Ka’bah) Mekah adalah orang-orang Qureshi. Muhammad sendiri adalah orang Qureshi. Akan tetapi, oleh karena beliau adalah penunggang onta yang buta huruf, maka beliau (seperti) disisihkan dari perayaan-perayaan besar dan meriah di Ka’bah. Hal ini mengecewakan Muhammad. Setelah memperoleh wahyu tentang pemujaan hanya kepada Allah (Tuhan) dan ber-status Nabi, Muhammad menyatakan diri sebagai “But shikan”, penghancur berhala.

Ketika di Mekah terjadi protes keras besar-besaran menentang penghancuran segala patung (yang dianggap berhala) yang dilakukan oleh Muhammad dan para pengikutnya, lalu Muhammad dan pengikutnya mengungsi ke Madinah. Setelah merasa cukup kuat untuk menyerang Mekah, lalu Muhammad berdoa kepada Mahadeva (Siva), “Seandainya hamba mampu menaklukkan Mekah, hamba akan hancurkan ke 360 patung deva-deva itu, tetapi tidak menghancurkan wujud (image) Mu (berupa batu hitam). Hamba akan cium Anda, sujud dihadapanmu dan puja Anda dengan daun dan buah kurma dan air zam-zam”

Setelah menaklukkan Mekah (karena menyerang di malam hari), Muhammad beserta laskarnya kemudian menghancurkan semua patung dan gambar yang ada dalam Ka’bah, terus mencium “batu hitam” (image Siva), sujud dihadapannya dan memujanya. Praktek mencium “batu hitam” yang ada dalam Ka’bah dilaksanakan oleh setiap orang Muslim sampai sekarang. “Ini sunnah Nabi”, kata mereka.

Versi ajaran Veda yang disimpangkan antara lain:

1. Batu hitam dimaksud adalah sebenarnya Siva-linga, dan disebut “Sange Asvad” atau “Hajar Asvad”. Kata “Asvad” berasal dari kata Sanskerta “Asita” yang berarti hitam.
2. Kata “Siva Ratri” berubah menjadi “Shabe-Barat”. Oleh karena kelender Muslim berdasarkan peredaran Bulan, maka perayaannya sudah jauh bergeser dari hari yang sebenarnya. Siva-ratri = malam perkawinan Siva dengan Parvati atau Uma. Orang Arab menyebut ibu dengan nama Umi.
3. Bulan sabit yang menghias “mukut” Siva dijadikan lambang bangsa, dan semua bendera negeri Muslim berhiaskan gambar bulan sabit.
4. Nama “Mekah” berasal dari kata Sanskerta “Makhaih” yang berarti yajna (kurban suci), karena dimasa lalu disana (di Kuil agung atau Ka’bah di Mekah) sering diselenggarakan yajna besar memuja para deva.
5. Kalimat “Allahu Akbar” pun adalah kata-kata Sanskerta, “Alla dan Akka”, dua kata panggilan untuk Tuhan.
6. Mencukur (gundul) rambut ketika hendak naik haji, mandi dan mengenakan dua lembar kain putih tanpa dijarit adalah serupa dengan praktek brahmacari ketika menerima upacara pemberian tali-suci oleh guru kerohanian.
7. Mengelilingi Ka’bah tujuh kali adalah serupa dengan praktek pradaksina atau parikrama, mengelilingi Kuil yang dilakukan oleh para penganut ajaran Veda.
8. Banyak sarjana berpendapat bahwa nama Ka’bah berasal dari kata Sanskerta “Kavya” yaitu gelar sang Pandita para Asura, Kavi Sukracarya. Dahulu ada 2 (dua) tradisi pemujaan kepada Siva. (1) Bila menginginkan hidup mulia dengan sifat-sifat luhur, orang-orang Arab memuja Siva pada hari Senen (Monday atau Soma, hari Bulan). (2) Bila menginginkan kekuatan atau kekayaan untuk menaklukkan atau mengatasi orang/pihak lain, orang-orang Arab memuja Siva pada hari Jum’at (Sukra-vara, hari mengingat Sukra, sang Pandita para Asura).
9. Apakah sholat Jum’at yang dilakukan oleh kaum Muslim dan dianggap sholat paling utama, terkait dengan peranan Sukra Usana Kavya dalam membimbing para Asura atau hanya kebetulan saja begitu? Silahkan anda merenungi!

Kemunculan Muhammad sebagai Nabi agama Islam disebutkan dalam pustaka suci Veda. Dikatakan, “Kemudian datang bersama para sahabatnya seorang buta huruf dengan sebutan guru (= rasul, nabi) bernama Mahamada (Bhavisya-Purana Skanda III, Bab 3, sloka 5). Disebutkan pula bahwa Mahamada adalah marusthalnivasinam, penduduk daerah gurun (= Arabia).

Muhammad lahir th.570 Masehi di Mekah. Pada usia 40 tahun beliau menerima wahyu Tuhan melalui malaekat Jibril di goa Hira, tempatnya merenung (=bermeditasi). Ajaran yang diterima berupa wahyu ini kemudian menjadi bahan kitab suci Al Qur’an dan Muhammad menjadi Nabi agama Islam. Oleh karena wahyu-wahyu berikutnya diterima secara selang waktu dan terus berlanjut sampai akhir hayatnya, maka tidak ada Qur’an resmi yang terbit selama Muhammad hidup.

Setelah Muhammad wafat th. 632 Masehi, barulah Khalifah Abu Bakar membentuk panitia dibawah bimbingan sekretaris Nabi yaitu Zaid Ibnu Thabit untuk mempersiapkan versi Qur’an resmi berupa buku/kitab. Qur’an yang dikenal sekarang terbagi menjadi 14 Bab (Sura) dan terdiri dari 6.200 ayat.

Disamping kitab suci Al Qur’an, orang Muslim juga berpegang pada:

* Hadits, kumpulan kata, kalimat ucapan dan pernyataan terkait dengan Qur’an yang di-kemukakan oleh Nabi Muhammad (dan tidak tercantum dalam Qur’an).
* Sunnah, uraian tentang prilaku, perbuatan dan kegiatan Nabi Muhammad (yang dijadikan tauladan oleh para pemeluk Islam).

Kehiduan penduduk Arabia sebelum Nabi Muhammad lahir, secara moral amat merosot. Orang-orang membuat dan menyembah patung deva-deva menurut keinginan dan angan-angan nya sendiri. Mereka punya kebiasaan mengorbankan bayi perempuan kepada patung yang di puja, berhubungan badan dengan ibu kandung atau saudara perempuan, bersukaria dengan miras dan judi, dan sebagainya.

Misi Muhammad adalah menegakkan prinsip pemujaan hanya kepada Allah (Tuhan). Maka beliau dan pengikutnya menumpas habis segala bentuk pemujaan kepada berbagai macam patung deva-deva. Dan beliau menetapkan aturan-aturan hidup bermoral dengan mempraktekkannya dalam kehidupannya sendiri.

Tetapi apakah Nabi Muhammad benar-benar anti pemujaan kepada gambar, lukisan dan patung yang terkait dengan Tuhan? Ternyata tidak! Hal ini ditunjukkan oleh fakta-fakta berikut:

1. Ketika menaklukkan Mekah dan memasuki Ka’bah, Muhammad memerintahkan agar segala patung, gambar dan lukisan dihancurkan,kecuali gambar Bunda Maria yang sedang memangku bayi Jesus. Nabi menaruh tangannya sendiri pada gambar itu dan menyelamatkan dari kehancuran.
2. Pada masa awal pengajarannya tentang Islam, Muhammad mengungkapkan (pentingnya) perantaraan devi Al Lat, Al Uzza dan Al Manat yang sangat dihormati. Satu versi ceritra menuturkan Nabi berkata sbb. “Apakah anda memikirkan (tentang) Al Lat dan AL Uzza dan Al Manat yang ketiga selain itu? Mereka adalah bagaikan angsa-angsa dewani nan mulia. Perantaraan mereka di harapkan wujud-wujud mereka tidak boleh dilalaikan”.

Lalu Nabi Muhammad sujud telungkup mengakhiri pengajaran (dakwah) nya dan para hadirin pun ikut sujud telungkup.

Nabi Muhammad sesungguhnya mengakui bahwa menyembah gambar, lukisan atau arca (patung) Tuhan (Allah) adalah cara bonafid untuk mengingat, menghormati dan melayani Allah. Namun Muhammad tidak mengungkapkan tentang wujud pribadi Allah, sebab penduduk berada pada tingkat moral kehidupan yang begitu merosot. Dan mengajarkan pengetahuan tentang Allah pribadi kepada mereka akan sangat berbahaya dan merusak. Nabi Muhammad berkata, “Bicaralah kepada rakyat sesuai tingkat kemampuan intelektual mereka. Sebab, jika engkau bicara banyak hal kepada mereka, banyak dari mereka tidak akan bisa mengerti dan dengan demikian menjadi salah mengerti”.

Tradisi Muslim menyatakan bahwa satu bagian pengetahuan spiritual “Heavenly Book (Kitab Sorgawi)” yang tersimpan dibawah singgasana Allah, diajarkan kepada Nabi Muhammad ketika beliau naik ke alam Surgawi dengan menembus langit ke-tujuh (Isra-miraj).

Pengetahuan rohani yang diajarkan itu ada 3 (tiga) macam yaitu:

1. Pengetahuan yang Allah minta kepada Nabi untuk tidak diajarkan (disembunyikan).
2. Pengetahuan yang Allah persilahkan kepada Nabi untuk diajarkan atau tidak diajarkan (disembunyikan).
3. Pengetahuan yang Allah minta kepada Nabi untuk diajarkan kepada seluruh warga masyarakat.

Jadi pengetahuan spiritual yang diterima Nabi Muhammad dari Allah begitu terbatas. Namun demikian, beliau memberikan banyak isyarat tentang Tuhan pribadi yang duduk diatas singgasanaNya di Sorga ketika Nabi menghadap Beliau.

Setelah kembali dari menghadap Allah, orang-orang bertanya kepada Nabi, “Apakah anda melihat Allah?”. Nabi menjawab, “Saya lihat hanya cahaya, cahaya begitu kemilau sehingga Allah seperti duduk dibelakang 20.000 tirai. Jikalau semua tirai itu disingkirkan dan andaikan seseorang melihat wajah Allah, maka ia akan seketika terbakar menjadi abu”.

Dikatakan lebih lanjut bahwa ketika Nabi Muhammad berdiri dihadapan Allah, dia merasa aman. Tetapi Nabi sulit berdiri ketika Allah mengulurkan kedua tanganNya dan menaruh satu tanganNya di bahunya dan yang lain di dadanya. Suhu amat dingin membuat tulang dan darahnya seperti beku. Kemudian suhu dingin itu hilang dan ber-ganti menjadi suasana suka-cita yang dirasakan seperti membawa Nabi keluar dari tubuhnya kedalam keadaaan begitu ajaib yang tidak mungkin bisa diuraian (dengan kata-kata).

Pada suatu pagi hari Nabi Muhammad terlambat kumpul bersama para sahabatnya untuk sholat bersama. Kemudian kepada mereka, beliau berkata, “Saya bangun pagi sekali melakukan wudu. Dan dalam suasana mengantuk saya panjatkan doa-doa sesuai perintah Allah. Terus saya seperti terjaga dan tiba-tiba melihat Penciptaku dalam wujud Nya yang amat tampan ………..” (Hadits Nabi, Penuturan Muadh Bin Jabal).

Islam pada dasarnya mengajarkan Bhakti Yoga sebagaimana disampaikan oleh His Divine Grace AC Bhaktivedanta Svami Prabhupada, “Agama apapun yang menjadikan Tuhan sebagai tujuan, prakteknya adalah bhakti-yoga. Agama Islam pun adalah bhakti-yoga”.

Menurut Veda (Bhagavata Purana 7.5.23), ada 9 (sembilan ) proses bhakti kepada Tuhan. Kesembilan proses bhakti ini terdapat pula di dalam Al Qur’an.

Mendengarkan tentang Allah adalah proses Sravanam.
 Disamping proses bhakti, Al Qur’an juga secara implisit dan sederhana menjelaskann tentang tiga aspek Tuhan (Allah) sebagai berikut:


Aspek pribadi Allah lebih lanjut dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai berikut:

Jadi Allah adalah Pribadi spiritual maha utama dengan segala kehebatan-Nya. Allah bukanlah seperti yang dimengerti oleh kebanyakan orang bahwa Beliau adalah pribadi abstrak atau kiasan, atau cahaya utama, energi serba meliput atau zat tanpa wujud pribadi. Menyatakan bahwa Allah bukanlah personal atau berpribadi adalah kekeliruan. Dan ini sama saja dengan mengatakan bahwa Allah tidak punya telinga, mulut, mata, tangan, kaki, dsb. Atau dengan kata lain, Allah itu tuli, bisu, buta, tak berdaya, lumpuh, dsb. Lalu apa artinya Allah maha-kuasa (omni-potent), Ia yang mampu berbuat apa saja?

Dahulu di abad ke-15, Sri Caitanya Mahaprabhu berdiskusi tentang Allah dengan seorang mullah (pemuka agama) Muslim bernama Abdullah Pathan. Ketika ditanya oleh Sri Caitanya Mahaprabhu tentang Allah, sang Mullah menjawab, “Menurut ayat-ayat Qur’an, Allah adalah impersonal, tanpa wujud, bentuk, rupa, sifat dan ciri apapun”.

Hampir semua sarjana Muslim berpendapat demikian, Allah adalah impersonal, tidak berwujud pribadi. Sebabnya adalah karena Nabi Muhammad tidak secara explisit menjelaskan wujud pribadi Allah seperti apa.

Terhadap jawaban demikian, Sri Caitanya berkata sebagai berikut.

Berikut adalah rincian jawaban Sri Caitanya Mahaprabhu dalam diskusi-Nya dengan Abdullah Pathan tentang Allah. Beliau menunjukkan bahwa Al-Qur’an menyimpulkan bahwa Allah adalah pribadi spiritual maha utama dengan potensi (kekuatan/kemampuan) tak terbatas.


Bahwa Allah berwujud spiritual dengan potensi dan sifat-sifat tak terbatas, ditunjukkan pula oleh ayat-ayat Hadits berikut.

1. “Mereka yang percaya dan berkedudukan mulia (rohani), melihat wajah Allah di pagi dan sore hari, yang bila dibandingkan dengan-nya, kebahagiaan sorgawi menjadi tidak berarti dan dilupakan”(142, p.94).
2. “Allah-Taala menciptakan Adam dari sura, wujud (image) diri-Nya” (Hadits Bukhari and Muslim, 141, p.45), (100, p. 74).

KESIMPULAN

1. Allah yang maha pengasih (al-rahman) dan maha berkarunia (al-rahim) mengungkapkan pengetahuan tentang diriNya bagi semua orang sesuai dengan tempat (desa), waktu (kala) dan kehidupan penduduk (patra).
2. Demikianlah, bila se-seorang ingin mengerti bahwa Allah adalah tanpa wujud, sifat dan ciri apapun, maka Ia mengungkapkan pengetahuan yang cocok kepadanya yaitu pengetahuan tentang aspek impersonal diri Nya. Bila seseorang ingin mengerti bahwa Allah berwujud spiritual dengan sifat dan potensi tak terbatas, maka Ia mengungkapkan pengetahuan yang cocok kepadanya yakni pengetahuan tentang aspek personal diriNya.
3. Tetapi bila seseorang cukup cerdas dan beruntung, maka dia akan mengerti bahwa Allah sesungguhnya adalah Kepribadian spiritual maha tampan dan maha indah berdasarkan isyarat-isyarat yang diungkapkan oleh ayat-ayat Al Qur’an.
4. Qur’an menyatakan, “Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah (42.9)”, karena Ia (Allah) berhakekat spiritual, mutlak dengan potensi (kekuatan/kemampuan) dan sifat-sifat tak terbatas. Jika Allah dikatakan tidak berwujud pribadi, lalu bagaimana mungkin Ia (sebagai asal-mula /sumber segala sesuatu), bisa dikatakan lengkap dan sempurna dalam segala hal? Dan bagaimana mungkin anda mencintai sesuatu yang tak berwujud?
5. Islam berarti “berserah diri” (kepada Allah). Tidak ada satu ayat pun di dalam Qur’an yang membenarkan orang membunuh sapi untuk dimakan.
6. Didalam Qur’an tercantum pula prinsip reinkarnasi. Dikatakan; (a) “Ketahuilah, siapapun diantara kalian yang melanggar sabbath, Kami (Allah) berkata kepadanya,’Jadilah engkau monyet hina dan tercampakkan’” (65.2). (b) “Mereka yang menyebabkan Allah murka dan mengutuk, Ia merobahnya menjadi monyet dan babi” (60.5).
7. Nabi Muhammad dikutip mengatakan sbb. “Dalam setiap kalimat Al-Quran terdapat makna eksternal dan internal. Makna atau arti eksternal bisa dimengerti oleh kebanyakan orang. Tetapi makna atau arti internalnya tidak bisa dimengerti oleh mereka. Makna internal inilah yang dikemukakan oleh Sri Caitanya Mahaprabhu kepada sang mullah Abdullah Pathan.


SUMBER BACAAN:

1. Prophet Muhammad in Hindu Scriptures by Dr Z Haqq (Copyright 1990, 1997) from Internet.
2. Bhakti-Yoga And Islam by Airavata-dasa, Published by Turkish Society for Philosophy And Social Science, Istambul 1996.
3. Enlightenment Of Chand Kazi by Airavata-dasa, Published by Bhaktivedanta Institute Of Vedic Studies, Mayapur 1997.
4. Influence Of Indian Culture On Arabia by DR H.L.Oberoi (An Article).

Dikutip ulang dari tulisan Haladara Prabhu.
by. ngarayana.web.ugm.ac.id/2010/02/muhammad-islam-dan-bhakti-yoga/